Jump High!: Tokyo Dome (2014)

Jump High!: Tokyo Dome (2014)
Jump High! Tokyo Dome - Japan (2014)

Sabtu, 22 November 2014

#JTS 2: Antara Suica, COMMET, dan BCA Flazz Card

Yap, ini kelanjutan cerita kami di negeri sakura. Karena kami sampai di bandara Haneda lewat tengah malam waktu setempat, kami memutuskan untuk bermalam di bandara tersebut. Kebetulan, bandara Haneda memperbolehkan para pelancong seperti kami untuk bisa bermalam di sana. Kami memutuskan baru berangkat ke hostel pada keesokan harinya. Selain karena suhu disana cukup dingin, kami juga baru bisa check-in pada keesokan harinya, jam 3 sore.

Pagi harinya, sekitar jam 7 pagi waktu setempat kami memutuskan untuk bergegas keluar dari bandara. Mumpung di negeri orang, kenapa nggak memanfaatkan waktu dengan jalan-jalan? Hehe. Menariknya, ketika keluar bandara kita tak perlu dibingungkan dengan transportasi apa yang bisa mengantarkan kita ke pusat kota. Tidak perlu dibingungkan pula dengan calo taksi yang menawarkan harga setinggi langit. Kita tak perlu jauh-jauh keluar bandara untuk mencapai stasiun monorel bandara, karena di sini terminal bandara terintegrasi langsung dengan stasiun monorel.

Sabtu, 15 November 2014

Ruang Tunggu

Image Source

Ini aku dan tas ranselku yang ku bopong terus sedari tadi. Bergegas menuju ruang tunggu menunggu si burung besi yang sedang memanaskan perapiannya. Perjalananku kali ini bukan tanpa arti. Mencoba sedikit peruntungan di negeri orang.

Ah, pasti kau mengira aku akan kabur dari negeri ini. Pasti kau mengira aku hanya pergi karena kondisi di negeri itu lebih baik dibandingkan di sini bukan? Namun kawan, percayalah, Aku bukan penganut kepercayaan kalimat “rumput tetangga lebih hijau”. Aku pergi bukan karena tidak bersyukur atas kampung halamanku. Aku pergi untuk sedikit belajar, tentang ilmu, tentang hidup, dan tentang syukur.

Manusia paling mulia yang diciptakan Tuhan pun mengajarkanku demikian. Adalah Ia, Nabi Muhammad SAW yang memutuskan meneruskan perjuangan dakwah Islam, yang tak menemukan jalan terang kala itu di Mekkah, untuk berhijrah ke Madinah. Bukan maksud untuk menyerah, tapi mundur selangkah untuk bisa memantapkan ribuan langkah ke depan.

Senin, 03 November 2014

#JTS 1: Do you want aer Sir?


Akhirnya, setelah sekian lama (lebih dari 4 bulan bro), saya berhasil mengumpulkan niat untuk menuliskan perjalanan saya akhir bulan Juni lalu ke Jepang. Tepatnya setelah saya iseng-iseng buka webnya Trinity, naked-traveler.com, saya jadi kepikiran buat ikut nulis perjalanan saya hehe. Di Japan Travel Stories atau #JTS (pake judul coi biar keren :p) ini saya gak akan cerita a sampe z perjalanannya, cuma beberapa momen yang menurut saya menarik. Selain udah banyak lupa, kayaknya lebih enak aja gitu dibacanya #apasih.

*****

Jadi, keberangkatan kami waktu itu menggunakan pesawat low cost carrier, Air Asia dari Cengkareng transit dulu di KL, kemudian lanjut ke Haneda, Tokyo. Lumayan, kami dapet harga yang terbilang murah untuk penerbangan ke Jepang, pp total Rp 3,9 juta hehehe. Nah, karena penerbangannya cukup pagi, jam 06.00 wib (gegara Bayu salah ngeklik penerbangan, mantap Bay! wkwk), kami terpaksa harus sepagi mungkin udah sampe di bandara. Padahal baru selesai UAS sehari sebelumnya haha.

Selasa, 28 Oktober 2014

Selamat Hari Raya Bloger Nasional!

Selamat hari raya bloger nasional!

Yap, kebetulan tepat tertanggal 27 Oktober kemarin ditetapkan sebagai hari bloger nasional. Sebenarnya saya baru tahu ternyata ada hari peringatan tahunan seperti ini toh hehe.


Bagi saya pribadi, yang blog-nya masih kadang ngepost kadang tidak, momentum seperti ini bisa jadi pemicu untuk tetap konsisten menciptakan karya-karya kita. Karena media blog punya diferensiasi tersendiri dibandingkan dengan media berita atau yang lainnya. Di sini orang bebas berekspresi, mau curhat, mau kasih info, mau mengulas hal ini itu, atau bahkan mau menginspirasi, semuanya bebas! Tapi satu hal, bebasnya ke arah yang positif :)

Seperti yang dikatakan Mas Budi Putra, salah seorang blogger yang cukup rajin mengulas teknologi, di harian Republika, "menulis blog itu yang penting kontennya, platformnya bisa di mana saja". Karena keunikan blog itu lahir dari masing-masing sentuhan penulisnya.

Semoga momentum seperti ini terus menjadi penyemangat kita sebagai bloger untuk terus menyebar kebermanfaatan kepada yang lainnya :D

Selamat pagi!

Minggu, 12 Oktober 2014

N'EX: The Airport Train

Mengaku sebagai orang yang tertarik dengan dunia transportasi, khususnya kereta api, rasanya aneh ketika saya belum pernah membuat satu ulasan pun tentang transportasi. Sebenarnya ketertarikan saya berawal dari kondisi transportasi di Jakarta – bukan hanya di Jakarta, tapi di seantero Indonesia – cukup memprihatinkan. Padahal, ibarat tubuh manusia, transportasi itu seperti darah yang membawa nutrisi dari asupan yang kita peroleh ke seluruh tubuh. Bayangkan apabila asupan nutrisi terhambat dialirkan oleh darah. Kenapa pertumbuhan perekonomian kita stagnan di tingkat 5-6% saja? Banyak faktornya, dan salah satunya karena infrastruktur transportasi negara kita yang masih perlu terus berbenah. Transportasi pada akhirnya memegang peranan vital dalam pertumbuhan ekonomi sebuah negara.

Nah, kali ini saya akan mengulas tentang salah satu kereta di Jepang, yup, Narita Express!

Rabu, 08 Oktober 2014

Stay Foolish, Stay Positive

Materi ngelingker pekanan saya dua minggu terakhir menurut saya cukup unik; membahas bagaimana bisa membentuk pikiran, atau bagaimana pikiran manusia bisa terbentuk. Kebetulan, saya akhir-akhir ini suka merenung sendiri, kenapa ya setiap manusia mempunyai karakter yang bermacam-macam? Padahal dilihat dari fisik, semua terlihat hampir sama. Punya anggota badan, indera, dan lain-lain. Lalu kenapa watak manusia bermacam-macam?

Dikatakan bahwa ternyata, proses pembentukan watak atau karakter manusia itu melalui proses smooth yang begitu lama. Siapa yang turut andil membentuknya? bisa lingkungan sekitar kita, keluarga kita, peer group kita, yang tanpa sadar membentuk perlahan karakter kita sekarang ini. Apabila anda merasa orang yang keras, ya mungkin lingkungan anda yang membentuknya. Apabila sebaliknya, lingkungan anda juga yang menciptakan anda menjadi orang yang lemah lembut tanpa anda sadari. Semua itulah yang tanpa sadar membentuk kita. Coba renungkan, mengapa kita sekarang bisa mengatakan diri kita begini dan apa saja masa lalu yang telah kita lalui. Saya yakin 99% kita bisa menemukan hubungan keduanya :)

Kamis, 18 September 2014

Skotlandia di Persimpangan Jalan

Sumber Gambar: bbc.com

Berita terpanas yang akan kita jumpai beberapa hari terakhir apabila kita mengunjungi beberapa media-media berita di Inggris adalah tentang Referendum Skotlandia yang ingin mendeklarasikan kemerdekaannya dari Inggris Raya. Hari ini, tepatnya kamis 18 September 2014, akan dilangsungkan voting bagi warga Skotlandia yang akan merubah sejarah besar dari dua kerajaan ini, Skotlandia dan Inggris. Media BBC mengabarkan, ada sekitar 4,285,323 pemilih yang akan mengadu nasib mereka ke depan di tempat-tempat pemilihan yang tersebar di 2,608 tempat yang tersebar di seluruh penjuru Skotlandia. Dan hasil dari referendum ini akan diumumkan Edinburgh, besok pada pagi hari. "Ya" atau "Tidak", menjadi dua pilihan yang akan mengubah nasib seluruh warga Skotlandia, begitu juga dengan warga Inggris Raya.

Minggu, 14 September 2014

Renungan Sore: Iman

Sebuah renungan sore hari, semoga berkenan untuk kita semua

Pernahkah, pada suatu saat, kita merasa bahwa diri kita lah yang paling benar? Pernah kah merasa bahwa diri kita berada posisi yang aman nyaman? Atau pernah kah kita merasa diri kita ini adalah orang yang beriman? Berada dalam lingkup kebaikan dan kebenaran?

Allah swt. berfirman

Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya mengatakan,"Kami telah beriman," dan mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang berdusta. ataukah orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu mengira bahwa mereka akan luput dari (azab) Kami? Sangatlah buruk apa yang mereka tetapkan itu! (QS. Al 'Ankabut: 2-4)

Minggu, 23 Februari 2014

"Kurikulum 'Berpikir' 2013" - Rhenald Kasali

Tulisan Rhenald Kasali ini sudah sekitar satu tahun lalu dipublikasikan, tapi (tentu) masih relevan sampai saat iniSemoga bermanfaat.

Oleh Rhenald Kasali
Di banyak negara, saya sering menyaksikan siswa sekolah atau mahasiswa yang aktif berdiskusi dengan guru atau dosennya. Persis seperti yang dulu sering kita lihat dalam iklan margarin pada tahun 1980-an, atau gairah siswa Wellesley College yang kita lihat dalam film Monalisa Smile.

Sewaktu mengajar di University of Illinois, saya kerap berhadapan dengan anak-anak seperti itu. Karena materi yang harus diajarkan begitu banyak, saya menjawab seperti kebiasaan guru di sini. ”Sebentar ya. Biar saya selesaikan dulu.” Namun, anak-anak itu tetap tak mau menurunkan tangannya sebelum dilayani berdiskusi.

Sabtu, 15 Februari 2014

Sudah Selesai kah Kita dengan Diri Kita?


"Sebaik-baik pemimpin, dialah yang telah selesai dengan urusan pribadinya."

Kalimat diatas mungkin seringkali terdengar di telinga kita. Jadi pemimpin yang baik itu harus sudah selesai dengan urusan pribadinya. Agar ketika memimpin nanti, tak perlu lagi ia mengurusi hal-hal pribadinya. Dan memang benar adanya. Apa jadinya ketika seorang pemimpin masih belum bisa mengurus dirinya? Simpel saja, bangun kesiangan? Hati galau gundah gulana? Akademik berantakan? Masa depan belum terencana? 

Lalu bagaimana bisa ia memimpin dengan baik kalau dirinya sendiri pun belum beres?

Minggu, 02 Februari 2014

Enam Perkara

Post ini diambil dari koran Republika, 30 Januari 2014

Syihabuddin Ahmad bin Hajar al-Asqalani dalam karyanya Nashaihul 'Ibad (Hal 42) mengutip sebuah hadis tentang keanehan yang akan menimpa umat Islam. Menurut Rasulullah SAW, jumlahnya ada enam perkara.

Pertama, masjid menjadi bangunan yang aneh. Bangunan masjid berdiri megah, dibangun di tengah-tengah perkampungan penduduknya. Namun, para penduduk di perkampungan tersebut enggan untuk mendatangi masjid tersebut.

Kedua, mushaf Alquran menjadi sebuah perkara aneh. Orang-orang berlomba-lomba mengoleksi Alquran di rumahnya. Mereka membeli Alquran dengan model terbaru, berharga mahal, namun setelah di rumah, Alquran hanya menjadi simbol kebanggaan. Alquran hanya menjadi pajangan, jarang dibaca, apalagi untuk memahami maknanya.

Ketiga, banyak orang berlomba-lomba menghafal Alquran, tapi sedikit sekali orang yang berlomba-lomba mengamalkan isi dan kandungannya.

Keempat, banyak wanita salihah yang menikahi laki-laki yang tidak taat dalam melaksanakan ajaran agama.

Kelima, banyak laki-laki saleh yang beristri wanita yang tidak taat beragama.

Keenam, aneh sekali, orang alim (yang memahami ilmu agama) berada di tengah-tengah masyarakat, namun masyarakat sudah tidak mau lagi mendengar fatwa-fatwanya.

Sementara Imam Ghazali dalam karyanya Minhajul 'Abidin mengutip sabda Rasulullah yang disampaikan kepada Haris Ibnu Umairah.

"Jika umurmu panjang, kamu akan menghadapi suatu zaman yang aneh. Pada zaman itu akan banyak ahli pidato yang piawai dalam menyampaikan pidatonya, namun sangat sedikit sekali dari kalangan mereka yang benar-benar ulama (memahami ilmu agama dan hatinya takut pada Allah). Pada zaman tersebut akan banyak sekali orang yang memerlukan bantuan (banyak orang miskin), namun sangat sedikit sekali orang yang mau menolong mereka, dan pada zaman tersebut keikhlasan mencari ilmu sudah sirna. Orang-orang mencari ilmu hanya mengikuti keinginan hawa nafsu belaka."

Haris Ibnu 'Umairah merasa heran, kemudian bertanya, "Ya Rasulullah, kapan hal tersebut akan terjadi?" Kemudian Rasulullah menjawab, "Nanti apabila ibadah shalat telah dimatikan (orang-orang tidak mengaplikasikan nilai-nilai ibadah shalat dalam kehidupan sehari-hari), menjamurnya suap-menyuap (jual beli hukum dan jabatan), serta orang-orang telah rela menjual agama demi kesenangan hidup di dunia semata. Jika keadaan tersebut sudah terjadi, maka selamatkanlah dirimu."

Semoga bisa menjadi bahan renungan untuk kita semua. Sudahkah ini terjadi di lingkungan sekitar kita?


Sabtu, 01 Februari 2014

Cerita Gerbong: Bahasa tanpa Kata

Sekitar satu bulan yang lalu, tepatnya sekitar awal bulan Januari, saya bersama teman-teman kuliah saya mendapat kesempatan untuk melancong ke kotanya Sri Sultan Hamengkubuwono X, Jogjakarta. Travelling kali ini memang sengaja dibuat sama temen-temen untuk refreshing dan menjadi semacam "perpisahan" kita setelah kepengurusan satu tahun di BEM FEUI. Yap, kami sempat bersama selama satu tahun ketika menjabat sebagai bph pada tahun 2013 lalu, jadi gak sah kalo berpisah tanpa perpisahan hehe. Awalnya saya kira rencana ini cuma jadi wacana, tak disangka kami ber-25 jadi juga melancong ke Jogja! :)

Kami berangkat ke Jogja berangkat menggunakan kereta ekonomi AC, begitu juga nanti ketika pulangnya. Ala "backpacker", ceritanya, tapi kami malah mengalami sedikit kehebohan ketika sudah memasuki gerbong kereta. Nomer tempat duduk di tiket kami mengacak, bercampur baru dengan penumpang yang lain, bahkan ada yang terpisah di gerbong lain. Maka ekspektasi kami pun sedikit meleset, yang awalnya ingin barengan ketika perjalanan, harus siap berbagi kursi dengan penumpang yang lain. Ditambah lagi kursi kereta ekonomi AC yang saling berhadap-hadapan. Masih untung ada yang berdua atau bertiga, tapi ada teman saya, Adan dan Danang, mereka harus terpisah sendiri di tempat mereka masing-masing dan bergabung dengan sebuah keluarga yang tidak mereka kenal. Bersiap untuk 12 jam awkward momment, selamat menggunakan skill bersosialisasi! :D

Sementara saya sendiri berhadapan dengan dua orang, yang awalnya saya kira pasangan suami istri, ternyata setelah saya perhatikan lebih lanjut ternyata bukan. Disebelah kanan saya kosong, mungkin tempat duduk itu sebenarnya untuk teman saya yang tidak jadi ikut ke Jogja, makanya tidak ada yang menempati. Setelah kereta mulai berjalan, akhirnya Danang pindah tempat duduk di sebelah saya, mungkin takut diadopsi sama keluarga yang duduk bareng sama dia ya, haha.

****

Sempat saya perhatikan dua orang di depan saya, seorang ibu dan seorang bapak, mereka bukan pasangan suami istri. Mereka juga seperti kami, harus berbaur dan berbagi dengan orang yang baru ditemui di atas gerbong. Si Bapak terlihat cuek, dan tidak terlalu peduli dengan orang yang ada dihadapannya dan disebelahnya. Sementara ibu yang ada di depan saya terlihat lebih ramah dan lebih senang mengajak bicara orang yang ada disekitarnya. Terkadang ibu tersebut menawarkan permen ke kami, terkadang pula dia sering menggunakan hpnya untuk menghubungi seseorang (mungkin keluarganya), dengan bahasa isyarat. Belum pernah sebelumnya saya bertemu langsung dengan orang yang berkomunikasi dengan bahasa isyarat lewat hp, jadi cukup menyita perhatian saya ke ibu itu.

Selama perjalanan, saya tidak terlalu tertarik untuk mengajak ngobrol ibu dan bapak yang ada di depan saya. Beberapa jam di awal saya habiskan dengan tidur. Bangun-bangun, kanan kiri saya sudah ada hamparan sawah membentang. Lumayan, pemandangan bagus setelah terbangun dari tidur :). Mungkin, melihat saya yang sudah bangun dan sedang tidak ada kerjaan, si ibu yang ada di depan saya mengajak ngobrol saya, dengan bahasa isyarat. Awalnya saya pikir ibu itu memiliki saudara yang mengalami keterbatasan dalam pendengaran, tapi menyadari saya diajak berbicara dengan bahasa isyarat, saya baru sadar ibu itu yang menderita tuna wicara. Entah, beliau mengalami tuna rungu juga atau tidak, karena setau saya kalau orang yang mengalami tunga rungu sejak lama, secara otomatis dia mengalami tuna wicara juga *CMIIW*.

Oke, saya pun diajak bicara sama beliau. Perlahan mencoba memahami apa yang ia maksud. Danang yang berada disebelah saya pun memperhatikan. Si ibu "berbicara" banyak sekali dan agak cepat, sampai terkadang saya bingung apa maksudnya, namun sedikit bisa memahami. Saya sok mengerti saja, sambil berpikir keras untuk menafsirkan.

Informasi pertama yang saya dapat adalah, tujuan ibu ini ke Cirebon. Kemudian ibu itu berisyarat kembali, saya agak kebingungan, mungkin dia menanyakan sesuatu ke saya. Saya sedikit menangkap, dia bertanya dari mana asal saya. Saya bilang saja secara lisan, "dari Depok Bu". Namun ibu itu tidak paham. Sampai dia menyuruh saya untuk buka notes di hp, untuk menulis jawabannya. Dari situ baru paham kalau si ibu sepertinya juga mengalami tuna rungu. Pembicaraan kami pun terus berlanjut. Terkadang saya menanggapinya hanya dengan menangguk dan tersenyum, sebenarnya tidak paham apa yang dimaksud dari si ibu, hehe maaf bu :). Sesenang itu saya ketika saya bisa menangkap apa yang ibu maksud, hehe norak. Danang dan Adan yang kebetulan kursinya ada diseberang lorong tengah gerbong pun terkadang diajak bicara. Tak jauh beda dengan saya, mereka menanggapinya dengan tersenyum. Entah mereka paham atau tidak :).

****

Dari puluhan keberangkatan kereta ekonomi AC ke Jogja pada hari itu, saya ditempatkan keberangkatan kereta pada jam satu siang. Dari sekitar tujuh gerbong dalam satu rangkaian kereta, saya menempati gerbong nomer lima. Dan dari puluhan nomer deret kursi, saya menempati nomer 14 A, tepat di depan ibu itu. Allah mempertemukan kami. Mungkin Allah ingin mengingatkan kepada saya untuk lebih bersyukur. Karena nikmat dari-Nya itu sederhana, tapi tak tergantikan. Sesederhana kita untuk bisa berbicara untuk bisa berkomunikasi. Mungkin Allah ingin saya untuk sadar, keterbatasan itu relatif. Relatif terhadap usaha manusia untuk melampauinya. Buktinya ibu itu, mungkin memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi, tapi kegemarannya malah bersosialisasi. Saya meyakini bahwa semua kejadian pasti ada hikmahnya, termasuk pertemuan saya dengan ibu itu.

****

Saya melihat ke arah luar jendela di sebelah kiri saya, terdapat plang besar bertuliskan "STASIUN CIREBON PRUJAKAN". Ibu yang sedari tadi menunjuk-nunjuk jam tangannya, bergegas berdiri dan bersiap untuk turun. Sebelum beliau melangkah keluar, si ibu menumpahkan sejumlah permen mint ke meja kecil di sebelah kiri saya. "Untuk dimakan selama perjalanan," seraya ibu itu berkata dengan bahasa isyaratnya. Saya hanya tersenyum, berterima kasih. Ibu itu lalu melangkah pergi keluar.

"Bro, tadi  lo ngerti apa yang diomongin sama ibu itu?" Adan yang tadi juga diajak bicara sama ibu itu langsung bertanya ke saya dan Danang. "Haha, kadang paham, kadang nggak juga Dan," jawab saya.

Grek. Kereta pun langsung bergerak untuk melanjutkan delapan jam perjalanan yang tersisa menuju Stasiun Lempuyangan, Jogjakarta.

Selasa, 28 Januari 2014

Buku: Gagalnya Pembangunan, Membaca Ulang Keruntuhan Orde Baru

Di liburan semester ini saya tertarik dengan sebuah buku karangan salah satu dosen FISIP yang juga koordinator tim Visi Indonesia 2033, Andrinof A. Chaniago.

****
Sekitar seminggu yang lalu saya sempet bela-belain untuk bolak-balik ke perpustakaan pusat UI dan perpustakaan FE untuk mencari buku ini. Di perpustakaan FE fix buku ini gak ada. Sementara di katalog perpusat UI menyebutkan buku ini tersedia. Sampai saya cari-cari bolak-balik tetep akhirnya tidak ketemu. Akhirnya saya menyerah, dan terpaksa beli di toko buku. Alhamdulillah ada bukunya :)
****
Cetakan pertama buku ini adalah tahun 2001, tapi menurut saya buku ini masih tepat untuk kita yang ingin mengetahui kenapa negeri kita bisa menjadi seperti sekarang. Paradigma pembangunan Indonesia yang diciptakan selama 32 tahun pada rezim orde baru, terutama apa yang terjadi pada 10 tahun terakhir sebelum tahun 1997 - Pak Andrinof menyebutnya sebagai episode hyper-pragmatis - yang ternyata menciptakan Indonesia menjadi negara terparah di Asia yang mengalami dampak krisis pada tahun 1997 tersebut. Dan menurut pengamatan kasat mata saya, efek dari masa pembangunan hyper-pragmatis tersebut masih terus berlanjut dan menyisakan pekerjaan rumah yang belum selesai hingga saat ini.

Sebuah kutipan dari Soekarno yang cukup terkenal, "Jangan sekali-kali melupakan sejarah", saya rasa benar adanya. Melalui buku ini, kita diajak untuk mereka ulang masa lalu dan mengetahui apa akar dari masalahnya. Pasalnya, Indonesia sampai saat ini masih terjebak dengan lingkaran setan pembangunan. Pembangunan yang masih Jawa sentris, pembangunan ekonomi dan infrastruktur di Indonesia bagian timur yang masih tertinggal, separatisme, dan masih banyak masalah-masalah klasik peninggalan orde baru.

Melalui buku ini, kita belajar dari masa lalu, agar bisa menghindari terjadinya krisis Indonesia bagian kedua. Jangan sampai negeri ini menjadi negeri keledai. Negeri yang jatuh pada lubang yang sama untuk kedua kalinya.

Satu Setengah

Alhamdulillah, tadi sore untuk kesekian kalinya FE membuka registrasi akademik online untuk para mahasiswanya dan bisa saya bilang regol saya kali ini cukup berhasil. Dari enam kelas yang saya daftarkan, tidak satu pun yang bermasalah waiting list. Beda dengan regol semester lalu, lima dari enam kelas masuk daftar waiting list :") Tentu dengan dibukanya pendaftaran akademik ini berarti tidak lama lagi akan menghadapi semester baru (lagi), semester enam.

Pertanyaan paling khas di kampus ketika awal tahun seperti ini, terutama buat yang biasa aktif di kegiatan kemahasiswaan entah itu organisasi atau kepanitiaan, seringkali ditanyakan, "tahun ini mau ke mana?", atau "mau lanjut apa tahun ini?", dan pertanyaan-pertanyaan serupa lainnya. Pada akhirnya, dari semua pertanyaan ini membentuk sebuah paradoks pemikiran, yang diawali dengan sebuah pemikiran tentang pilihan-pilihan, dan yang berujung pada sesuatu yang jauh di depan sana, tujuan hidup.

Tujuan hidup, mungkin bagi sebagian orang hal ini menjadi sesuatu yang diletakkan paling belakang dalam pikirannya. "Nanti saja lah, toh masih lama". Entah, saya berpendapat kalau mayoritas manusia Indonesia dibiasakan untuk menjadi pribadi yang reaktif, tanpa perencanaan. Mungkin statement ini hanya berdasarkan pengamatan kasat mata saya selama ini saja. But, it's really happen around me. Di pendidikan, kita mengenal dengan fenomena belajar sks (sistem kebut semalam) ketika menghadapi ujian. Dari jenjang SD sampai pada jenjang Perguruan Tinggi kita akan menemukan fenomena ini, meskipun tidak semua. Kalau kita melihat dengan scoop yang lebih luas lagi, dengan kacamata Indonesia. Kita bisa melihat bagaimana terlalu reaktifnya kita. Sebagai contoh, pembuatan MP3EI (Master Plan Pengembangan dan Perluasan Ekonomi Indonesia), kalau teman-teman tahu ternyata merupakan sebuah tindakan reaktif akibat kekalahan persaingan Indonesia dari Cina dalam ACFTA. Atau ketika salah satu lagu daerah kita "dipatenkan" oleh negeri tetangga, kita kelabakan menghadapinya. Reactive, too reactive.

Melihat kenyataan ini, pasti membuat kita berkaca dan bertanya, "apakah kita seperti itu?". Saya mengakui, kehidupan saya didominasi dengan tindakan reaktif seperti itu. Seperti tak terasa sama sekali, saya sudah 2,5 tahun kuliah di FEUI. Rasanya baru kemarin mengikuti OPK (ospek FE), baru kemarin saya menyanyikan lagu wisuda untuk kakak-kakak wisudawan tahun 2011. Dan sekarang menginjak semester enam. Sudah menjadi senior. Beberapa teman juga sudah menjadi pejabat kampus. Secepat itu waktu berlalu.
****
Terkadang kita dibuat tidak percaya dengan kisah-kisah Islam zaman dulu. Sultan Muhammad Al Fatih, pemimpin penaklukan Konstantinopel di umur 21 tahun. Really? Itu seumuran kita yang sedang kuliah. Masih terlalu jauh dari pikiran memimpin sebuah penaklukan negara. Tapi kisah Muhammad Al Fatih bukan dongeng sebelum tidur. Ini kisah nyata. Dan memang sudah seharusnya kita menjadi dewasa terhitung pada saat kita menyentuh usia akil baligh.
****
Satu setengah tahun lagi di FE, dan kita ingin menjadi apa? Satu setengah tahun lagi kita lulus. Lepas dari status mahasiswa. Menyandang gelar sarjana. Menyambut dunia kerja atau sebagian melanjutkan S2 atau sebagian lagi memilih untuk langsung menikah. Dan seterusnya. Terlalu cepat? Mungkin bisa begitu bisa juga sudah cukup. Semua ini memaksa saya pada akhirnya untuk berpikir apa tujuan hidup saya? Apa rencana yang akan saya buat ke depan?

Yang saya pahami, ketika kita ditakdirkan untuk menjadi dari bagian kampus ini, berarti Tuhan percaya pada diri kita bahwa kita akan menjadi orang besar. Satu setengah tahun terakhir di FEUI jangan sampai kita lalui sekedarnya tanpa tujuan apa-apa. Satu setengah tahun terakhir harus direncanakan dan dijalankan dengan luar biasa. Karena ini menjadi bagian-bagian dari langkah kita ke depan.

Majunya waktu merupakan sebuah keniscayaan. Bukan itu masalahnya. Tapi bagaimana kita bisa mengisi setiap detik waktu yang terus berjalan menjadi tantangan buat kita.

Malam :)


Jumat, 24 Januari 2014

Ini Bukan tentang Apa itu Kita, tapi tentang Bagaimana isi Kita

Again I will say, long time no see blog!

Last post yang saya lihat sebelum post ini tepat pada tanggal 13 Oktober 2012, hmm sudah setahun lewat dua setengah bulan saya "menonaktifkan" blog ini. Bukan berhenti menulis di blog seperti ini (walaupun tetap jarang nulis hehe), tapi saya sempat mencoba beralih ke blog lain. Saya mencoba untuk bergabung di tumblr (my tumblr link: agiananta.tumblr.com). Mengapa? Ya, saya merasa di blogger ini cukup sepi, karena interaksi antar pengguna blog kurang terasa. Dengan ikut Tumblr, saya mengharapkan lebih banyak interaksi yang terjadi di blog saya, lebih ramai lah sederhananya. Apa itu Tumblr? Sama seperti jenis-jenis blog lainnya. Tapi bedanya di sini Tumblr merupakan fusion antara twitter dan blog. So, emang terbukti interaksi di Tumblr terlihat lebih aktif, kita bisa "me-reblog" post dari account yang kita follow (seperti di twitter). And that's it.

Tahun 2013 tercatat saya sempat 66 kali mempost (wow cukup banyak :O), tapi ke-66 post itu tidak murni seluruhnya adalah tulisan saya. Ada yang merupakan reblog dari post account lain, atau mayoritas seperti itu ya? Hehe. Nah, di sini saya menemukan ketidakpuasan batin dalam "berblog ria". Ada suatu kepuasan tersendiri ketika tulisan kita dipublish, meskipun hanya di blog sendiri. Iya, tulisan sendiri. Bukan reblog.

So, I get the point here..

Sempat gonta-ganti blog dengan tujuan mendapatkan interaksi yang lebih banyak, tapi kok sense nulis jadi berkurang ya? Mau seperti blog teman-teman yang lain, yang rajin posting di blognya, tapi kok ngerasa sama aja ketika di blogger? Karena permasalahan bukan hadir dari apa blog yang kita gunakan, tapi bagaimana kita sendiri yang berkeinginan untuk menulis. Kalau sense nulisnya dari awal memang sudah kurang, jangan harap rame tuh blog hehe :)

Nah, ayo kita mulai kembali perjalanan menulis kita. Niatkan, menulis itu bukan untuk sekedar keren-kerenan saja. Tapi dengan menulis kita bisa berbagi, dengan menulis kita bisa menyebar inspirasi :)

Ayo menulis (re: blogging)! :)