Disparitas
pembangunan nasional adalah sebuah masalah klasik bagi negeri ini. Persentase
pertumbuhan ekonomi yang dari tahun ke tahun didominasi oleh wilayah barat,
khususnya Pulau Jawa, secara tidak langsung menyiratkan sebuah pesan atas
sebuah masalah yang tak kunjung usai. Data laju pertumbuhan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) pada tahun 2006 hingga 2012 secara jelas menunjukkan
besarnya kontribusi yang diberikan oleh wilayah Indonesia bagian barat
(provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan Sumatera), di mana angka pertumbuhan PDRB
wilayah-wilayah tersebut bisa mencapai dua digit.
Sementara di wilayah timur (Pulau Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku,
dan Papua) kebanyakan dari mereka masih harus terus berjuang untuk bisa
mencapai pertumbuhan sebesar 5 persen saja.
Kumpulan Coretan
Menulis apa yang perlu ditulis, mengingat apa yang perlu diingat | Sebuah kumpulan coretan
Minggu, 11 Oktober 2015
Minggu, 30 Agustus 2015
Kepingan Terakhir
Image Source |
Maka, ini yang dinamakan kepingan terakhir
Menjadi penutup sebuah scene kehidupan
Memberikan gambar yang jelas
Bahwa hidup, tak hanya menyajikan suguhan kebahagiaan di
atas meja
Tapi juga sebuah kenaifan
Hidup ini naïf, ya, cukup naïf bila dikatakan semuanya baik
Potongan itu juga jelas menggambarkan
Bahwa hidup, juga diisi dengan kemunafikan
Yang diisi oleh orang-orang sok suci
Padahal hati mereka tak lebih busuk dari sampah jalanan
Maka, hari ini adalah hari
Dimana dendam mulai membatu
Dendam yang disimpan, lalu turun ke hati
Mengeras bagai batu
Tak peduli suguhan apa yang harus ditenggak
Selama hati ini masih berada dikepan-Nya
Pundak ini akan terus menopang kokoh
Meskipun yang ditopang adalah sebuah kenaifan dan
kemunafikan
Kamis, 13 Agustus 2015
Meniti Titik
Image source |
“Again, you can’t connect the dots looking forward; you can only
connect them looking backwards.”
Demikian yang dikatakan seorang inovator
kenamaan – Steve Jobs – dalam sebuah graduation
speech yang dipersembahkan untuk para lulusan kampus Stanford, Amerika
Serikat.
Seringkali kita bertanya atas
sebuah pertanyaan filosofis di dalam sebuah penggalan episode hidup kita, “sedang
berada di mana saya?”, kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan “akan kemana
saya?”. Pun ketika sedang berdiri di persimpangan jalan, memilih akan beranjak ke
kanan atau melangkah ke kiri, segala perhitungan dibuat, analisis cost-benefit, opportunity cost yang
harus diterima, plus dicampur dengan emosi yang secara tak sadar terlibat di
sana, dihitung matang-matang untuk kemudian menjadi sebuah keputusan.
Senin, 20 April 2015
Tatkala Harus Diam
Tatkala harus berdiam diri,
di tengah mendung bisu yang terus mengebiri
Tatkala belum saatnya ada wakil-Mu di dunia ini untuk menyandarkan pundak untuk sejenak
Dan jika memang Engkau satu-satunya yang patut mengetahui
Perasaan ini..
Lelah ini..
Dan tentang harap yang tengah berkepompong..
Izinkan diriku untuk bisa memaknai setiap momen berdua dengan-Mu
Izinkan diriku untuk memahami, bahwa memang Kau lah sepatut-patutnya tempat bersandar
Izinkan diriku untuk menangis dihadapan-Mu..
Bercerita dihadapan-Mu..
Berharap dihadapan-Mu..
Dan izinkan diriku untuk terus mengazzamkan kalimat ini..
Hasbunallah wa ni'mal wakiil (Ali 'imran: 173)
Ni'mal maulaa wa ni'mannashshiir (Al Anfal: 40)
Cukuplah Allah menjadi pelindung, Dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong
di tengah mendung bisu yang terus mengebiri
Tatkala belum saatnya ada wakil-Mu di dunia ini untuk menyandarkan pundak untuk sejenak
Dan jika memang Engkau satu-satunya yang patut mengetahui
Perasaan ini..
Lelah ini..
Dan tentang harap yang tengah berkepompong..
Izinkan diriku untuk bisa memaknai setiap momen berdua dengan-Mu
Izinkan diriku untuk memahami, bahwa memang Kau lah sepatut-patutnya tempat bersandar
Izinkan diriku untuk menangis dihadapan-Mu..
Bercerita dihadapan-Mu..
Berharap dihadapan-Mu..
Dan izinkan diriku untuk terus mengazzamkan kalimat ini..
Hasbunallah wa ni'mal wakiil (Ali 'imran: 173)
Ni'mal maulaa wa ni'mannashshiir (Al Anfal: 40)
Cukuplah Allah menjadi pelindung, Dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong
Jakarta
Bulan Rajab
Menjelang Maghrib
Rabu, 15 April 2015
Sebuah Kutipan
Serangkaian peristiwa beberapa saat terakhir membawa kembali saya pada kutipan ini, yang sempat saya sisipkan pada penutup laporan pertanggungjawaban saya untuk sebuah organisasi 2 tahun lalu,
oleh anonim
Allah mempertemukan untuk satu alasan.
Entah untuk belajar atau mengajarkan.
Entah hanya sesaat atau selamanya.
Entah akan menjadi bagian terpenting atau hanya sekedarnya.
Akan tetapi tetaplah menjadi yang terbaik di waktu tersebut.
Lakukan dengan tulus.
Meski tidak menjadi seperti apa yang diinginkan.
Tidak ada yang sia-sia, karena Allah yang mempertemukan.:)
Terima kasih pada yang telah mengajarkan dan diajarkan. Kepada yang mampir sesaat atau masih bertahan. Kepada yang telah menjadi bagian penting atau hanya sekedarnya. Insya Allah tiada yang sia-sia, karena Dia lah sesungguhnya sebaik-baiknya penulis skenario kehidupan :)
Bagian selatan Jakarta, malam hari.
Minggu, 25 Januari 2015
Merah Putih, Kemana?
Ditengah kisruh yang tiada henti melanda negeri ini, semoga ini bisa jadi refleksi kita bersama
Satu lagi hal menarik yang saya
dapatkan ketika melakukan perjalanan ke negara tetangga, kali ini tak terlalu
jauh, Malaysia dan Thailand. Bukan, hal tersebut bukan Menara Petronas yang
telah lama menjadi simbol negeri tersebut, atau monorail yang selalu dibangga-banggakan
dan membuat iri warga ibukota Jakarta, atau pula Wat Pho, Wat Arun, Ayutthaya
di Thailand, saya pikir Candi Prambanan dan Candi Borobudur tidak jauh berbeda
dan tidak kalah mengagumkannya. Bukan pula kotanya, Kuala Lumpur dan Bangkok
pun menurut saya tidak jauh berbeda dari Jakarta, masih macet (padahal sudah
memiliki transportasi yang lebih baik, terutama Bangkok), polusi, sampah, ya
meskipun mereka lebih baik, tapi ibarat games
Sim City, Kuala Lumpur adalah level beginner,
Bangkok adalah level expert, dan Jakarta
adalah level veteran. Kesulitan dan
tantangan yang dihadapi jauh lebih menantang di Jakarta dengan lebih dari 10
juta penduduknya yang akan masih terus bertambah. Kalau bukan hal-hal tersebut,
lalu apa?
Selasa, 06 Januari 2015
#JTS 3: Islam di Ujung Timur Dunia
Starting is always the hardest point. Gak kerasa udah hampir
sebulan lebih banyak tersita waktu untuk melakukan hal ini itu di kampus:
tugas, UAS, organisasi, proposal skripsi, etc. Hampir sebulan itu juga nggak
sempet posting, dan rasanya memang memulai kembali dari awal rasanya berat. Tapi,
menulis itu rasanya cukup bisa menghilangkan stres bagaimana pun kondisi kita
:)
Oke, saya mau lanjut cerita #JTS
saya ketika Juni tahun lalu ke Tokyo. Kebetulan ada pengalaman cukup unik
ketika itu. Bertepatan dengan hari Jumat, sebagai muslim tentu sudah menjadi
kewajiban untuk melaksanakan sholat Jumat di Masjid. Tapi di negara dengan
Islam sebagai penduduk yang sangat minoritas di sini, how can we find a mosque here? Awalnya kami berniat untuk sholat
zuhur biasa saja, karena tempat yang tidak memungkinkan. Tapi setelah iseng searching di googlemaps dengan kata
kunci ‘mosque’, ternyata tak berbeda
beberapa blok dari penginapan kami terdapat Islamic Center. Ya, “Assalam
Islamic Center” bisa ditempuh dengan berjalan kaki saja dari penginapan kami. Hostel
kami tepat berada di daerah Ueno, sebuah distrik yang berada di pinggiran
Tokyo, meskipun masih termasuk dalam kota tapi cukup tenang dan hanya 10 menit
jalan kaki ke Akihabara. I’m surely
recommended that place! *jadi promosi :D*
Langganan:
Postingan (Atom)