Jump High!: Tokyo Dome (2014)

Jump High!: Tokyo Dome (2014)
Jump High! Tokyo Dome - Japan (2014)

Minggu, 11 Oktober 2015

Membangun Kedaulatan Transportasi dalam Negeri

Disparitas pembangunan nasional adalah sebuah masalah klasik bagi negeri ini. Persentase pertumbuhan ekonomi yang dari tahun ke tahun didominasi oleh wilayah barat, khususnya Pulau Jawa, secara tidak langsung menyiratkan sebuah pesan atas sebuah masalah yang tak kunjung usai. Data laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tahun 2006 hingga 2012 secara jelas menunjukkan besarnya kontribusi yang diberikan oleh wilayah Indonesia bagian barat (provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan Sumatera), di mana angka pertumbuhan PDRB wilayah-wilayah tersebut bisa mencapai dua digit. Sementara di wilayah timur (Pulau Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua) kebanyakan dari mereka masih harus terus berjuang untuk bisa mencapai pertumbuhan sebesar 5 persen saja.

Kondisi ini diperkuat juga dengan lemahnya pembangunan infrastruktur logistik dan transportasi dalam negeri. Berdasarkan data yang diperoleh melalui Logistic Performance Index (LPI) yang dikeluarkan oleh World Bank pada tahun 2014, Indonesia hanya menempati peringkat ke-53 diantara 161 negara di dunia. Dalam konteks ASEAN, Indonesia masih jauh tertinggal dengan negara-negara seperti Singapura (5), Malaysia (25), Thailand (35), Vietnam (49). Merujuk pada rincian data yang diperoleh dari World Bank, Indonesia masih harus berjuang untuk menyelesaikan masalah seperti birokrasi yang berbelit, infratruktur yang kurang memadai, serta masih sulitnya pengaturan harga yang kompetitif dalam pengiriman logistik. Biaya logistik Indonesia saat ini adalah sebesar 24,6% terhadap produk domestik bruto (PDB), jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand.

Belajar dari Amerika Serikat
Belajar dari sejarah negara Amerika Serikat (AS) yang pada tahun 1863 mulai membangun jalur kereta transkontinental. Kala itu, AS juga menghadapi sebuah permasalahan yang sama dalam pembangunan seperti  Indonesia saat ini. Begitu banyaknya imigran asal Eropa yang berbondong-bondong menuju pesisir timur menyebabkan pertumbuhan AS terpusat di sisi pesisir timur saja, sementara wilayah Amerika Serikat bagian pantai barat jauh tertinggal di belakang. Transportasi AS yang dulu bertumpu pada stagecoach Wells Fargo, atau berupa angkutan kereta kuda, akhirnya digantikan dengan kereta transkontinental yang lebih mutakhir, cepat, dan daya angkutnya yang jauh lebih besar. Dampak pasca pembangunan moda transportasi terhadap pertumbuhan ekonomi di AS pun luar biasa, hingga pada akhirnya wilayah di Amerika Serikat, baik timur maupun barat, memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang lebih pesat.

Solusi untuk Negeri
Apa yang dihadapi oleh Indonesia serupa dengan yang dialami oleh Amerika Serikat dulu. Namun, tidak serta merta permasalahan di Indonesia bisa diselesaikan dengan solusi yang sama dengan apa yang diterapkan di AS. Wilayah kedaulatan Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau tidak bisa diselesaikan dengan hanya membangun transportasi kereta api saja. Dibutuhkan adanya pembangunan yang berkesinambungan dan terintegrasi dari seluruh industri transportasi, baik darat, laut, maupun udara.
Paling tidak, ada dua kebijakan pemerintah kini yang perlu diapresiasi. Pertama, kebijakan pengurangan alokasi subsidi konsumsi BBM yang sebelumnya dibebankan kepada APBN. Alokasi yang diberikan untuk subsidi energi pada tahun 2014 cukup besar, yakni Rp 210,7,1 triliun atau sekitar 74 persen dari subsidi yang dianggarkan. Hal ini berdampak kepada terbatasnya ruang gerak fiskal pada APBN kita. Kebijakan yang kurang populis ini akhirnya berani diambil oleh pemerintah yang baru untuk mulai mengurangi penggunaan subsidi terhadap konsumsi BBM. Realokasi anggara diberikan kepada belanja-belanja modal pemerintah, terutama terhadap ketersediaan infrastruktur, sehingga investasi yang diberikan kepada pembangunan infrastruktur lebih tinggi dari sebelumnya. Investasi pada infrastruktur ini cukup penting mengingat sektor ini mampu menyokong sektor manufaktur. Kelak, sektor manufaktur ini lah yang akan menopang perekonomian Indonesia ketika booming komoditas di negara kita telah berakhir.
Yang kedua adalah proyek tol laut yang sempat digaungkan oleh pemerintah di awal masa pemerintahannya. Proyek tol laut yang dicanangkan ini bagaikan angin segar dalam pembangunan ekonomi nasional. Pencanangan proyek ini bisa disamakan dengan pembangunan kereta api transcontinental di Amerika Serikat, namun berbasis maritim. Konsep dari proyek ini adalah dengan memperkuat jalur pelayaran yang menitikberatkan pada Indonesia bagian timur. Implementasi tol laut ini diawali dengan menentukan dua pelabuhan hub yang akan menjadi pusat pelabuhan di Indonesia. Dua pelabuhan hub ini terletak di Pelabuhan Kuala Tanjung, Sumatera Utara, serta Pelabuhan Bitung di Sulawesi Utara. Mega proyek ini dilanjutkan dengan pengembangan 24 pelabuhan strategis di Indonesia yang dilakukan bersama BUMN Pelindo. Sementara, pengoperasian kapal-kapal akan dilakukan oleh PT Pelni (Persero).
Namun disayangkan hingga kini adalah penyerapan anggaran dan pola distribusi barang yang masih tidak seimbang. Sampai dengan penutupan semester-I, penyerapan anggaran APBN oleh kementrian/lembaga adalah sebesar Rp 208,5 triliun atau 26,2 persen dari target yang ditentukan. Selain itu, pendistribusian barang berdasarkan moda transportasi hingga saat ini masih didominasi oleh angkutan darat. Persentase yang ditampung oleh angkutan darat sebesar 91,25%, angkutan laut sebesar 7,07%, angkutan penyeberangan sebanyak 0,99% , angkutan udara 0,05%, angkutan sungai 0,01%, serta angkutan kereta api sebesar 0,63%. Persentase ini menunjukkan bahwa belum ada kesesuaian antara tujuan yang ingin dicapai pemerintah dalam membangun transportasi laut yang mumpuni dengan realisasi dilapangan. Bertumpunya distribusi barang pada moda transportasi darat yang notabene memiliki biaya yang lebih besar dibanding transportasi laut turut berkontribusi pada besarnya persentase biaya logistik di Indonesia. Selain itu, kasus dwelling time yang sempat mengemuka ke publik juga menjadi salah satu momok dalam membangun transportasi logistik di Indonesia
Setidaknya, ada dua hal yang mampu dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal-hal tersebut. Pertama, perlu adanya sebuah pembenahan dan pengoptimalisasian semua lini moda transportasi yang dilakukan secara terintegrasi guna menciptakan tulang punggung logistik nasional yang dapat diandalkan. Penyelesaian masalah tidak bisa dilakukan secara parsial. Penyelesaian kasus dwelling time di pelabuhan tidak serta merta menyelesaikan masalah dari logistik nasional. Kedua, melakukan percepatan atas realisasi target yang sudah ditentukan namun dengan tetap memperhatikan aspek prioritas pembangunan karena adanya keterbatasan dana yang tersedia. Selain itu, Paket Kebijakan Ekonomi Tahap II yang dikeluarkan pemerintah pada akhir bulan September ini juga mampu mendorong investasi melalui sejumlah deregulasi peraturan dan mempercepat proyek stategis nasional, khususnya dengan adanya penerbitan PP 69 Tahun 2015 terkait dengan pembebasan impor alat angkutan kereta api, galangan kapal, pesawat, termasuk suku cadangnya dari PPN.


Sumber Referensi
Badan Pusat Statistik. Laju Pertumbuhan PDRB per Provinsi, (online), (http://data.go.id/dataset/laju-pertumbuhan-pdrb-per-provinsi, diakses pada 29 September 2015).
Harian Kompas. 29 September 2015. Prioritas  Pembangunan Infrastruktur, halaman 17.
Harian Kompas. 30 September 2015. Iklim Investasi Diperbaiki, halaman 1.
Kementrian Keungan RI. Info Grafik APBN 2014, (online),  (http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/advertorial%20apbn%202014_061213.pdf,  diakses pada 30 September 2015).
Kementrian Keungan RI. Info Grafik APBN 2015, (online),  (http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Budget_Adv%20final_0.pdf, diakses pada 30 September 2015).
Prabowo, Dani. 14 Agustus 2015. Serapan APBN Semester I-2015 Rendah, Ketua DPR Minta Pemerintah Realisasikan Belanja, (online), (http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/08/14/173940426/serapan.apbn.semester.i-2015.rendah.ketua.dpr.minta.pemerintah.realisasikan.belanja, diakses pada 30 September 2015).
Renehan, E. 2007. The Transcontinental Rail Road: The Gateway to The West. New York: Infobase Publishing.
Sukmana, Yoga. 18 Agustus 2015. Publik Mulai Ragukan Proyek Tol Laut Jokowi, (online), (http://www.tribunnews.com/nasional/2015/08/18/publik-mulai-ragukan-proyek-tol-laut-jokowi, diakses pada 29 September 2015).
World Bank. Logistic Performance Index, (online), (http://lpi.worldbank.org/international/global, diakses pada 30 September 2015).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar