Jump High!: Tokyo Dome (2014)

Jump High!: Tokyo Dome (2014)
Jump High! Tokyo Dome - Japan (2014)

Selasa, 28 Januari 2014

Buku: Gagalnya Pembangunan, Membaca Ulang Keruntuhan Orde Baru

Di liburan semester ini saya tertarik dengan sebuah buku karangan salah satu dosen FISIP yang juga koordinator tim Visi Indonesia 2033, Andrinof A. Chaniago.

****
Sekitar seminggu yang lalu saya sempet bela-belain untuk bolak-balik ke perpustakaan pusat UI dan perpustakaan FE untuk mencari buku ini. Di perpustakaan FE fix buku ini gak ada. Sementara di katalog perpusat UI menyebutkan buku ini tersedia. Sampai saya cari-cari bolak-balik tetep akhirnya tidak ketemu. Akhirnya saya menyerah, dan terpaksa beli di toko buku. Alhamdulillah ada bukunya :)
****
Cetakan pertama buku ini adalah tahun 2001, tapi menurut saya buku ini masih tepat untuk kita yang ingin mengetahui kenapa negeri kita bisa menjadi seperti sekarang. Paradigma pembangunan Indonesia yang diciptakan selama 32 tahun pada rezim orde baru, terutama apa yang terjadi pada 10 tahun terakhir sebelum tahun 1997 - Pak Andrinof menyebutnya sebagai episode hyper-pragmatis - yang ternyata menciptakan Indonesia menjadi negara terparah di Asia yang mengalami dampak krisis pada tahun 1997 tersebut. Dan menurut pengamatan kasat mata saya, efek dari masa pembangunan hyper-pragmatis tersebut masih terus berlanjut dan menyisakan pekerjaan rumah yang belum selesai hingga saat ini.

Sebuah kutipan dari Soekarno yang cukup terkenal, "Jangan sekali-kali melupakan sejarah", saya rasa benar adanya. Melalui buku ini, kita diajak untuk mereka ulang masa lalu dan mengetahui apa akar dari masalahnya. Pasalnya, Indonesia sampai saat ini masih terjebak dengan lingkaran setan pembangunan. Pembangunan yang masih Jawa sentris, pembangunan ekonomi dan infrastruktur di Indonesia bagian timur yang masih tertinggal, separatisme, dan masih banyak masalah-masalah klasik peninggalan orde baru.

Melalui buku ini, kita belajar dari masa lalu, agar bisa menghindari terjadinya krisis Indonesia bagian kedua. Jangan sampai negeri ini menjadi negeri keledai. Negeri yang jatuh pada lubang yang sama untuk kedua kalinya.

Satu Setengah

Alhamdulillah, tadi sore untuk kesekian kalinya FE membuka registrasi akademik online untuk para mahasiswanya dan bisa saya bilang regol saya kali ini cukup berhasil. Dari enam kelas yang saya daftarkan, tidak satu pun yang bermasalah waiting list. Beda dengan regol semester lalu, lima dari enam kelas masuk daftar waiting list :") Tentu dengan dibukanya pendaftaran akademik ini berarti tidak lama lagi akan menghadapi semester baru (lagi), semester enam.

Pertanyaan paling khas di kampus ketika awal tahun seperti ini, terutama buat yang biasa aktif di kegiatan kemahasiswaan entah itu organisasi atau kepanitiaan, seringkali ditanyakan, "tahun ini mau ke mana?", atau "mau lanjut apa tahun ini?", dan pertanyaan-pertanyaan serupa lainnya. Pada akhirnya, dari semua pertanyaan ini membentuk sebuah paradoks pemikiran, yang diawali dengan sebuah pemikiran tentang pilihan-pilihan, dan yang berujung pada sesuatu yang jauh di depan sana, tujuan hidup.

Tujuan hidup, mungkin bagi sebagian orang hal ini menjadi sesuatu yang diletakkan paling belakang dalam pikirannya. "Nanti saja lah, toh masih lama". Entah, saya berpendapat kalau mayoritas manusia Indonesia dibiasakan untuk menjadi pribadi yang reaktif, tanpa perencanaan. Mungkin statement ini hanya berdasarkan pengamatan kasat mata saya selama ini saja. But, it's really happen around me. Di pendidikan, kita mengenal dengan fenomena belajar sks (sistem kebut semalam) ketika menghadapi ujian. Dari jenjang SD sampai pada jenjang Perguruan Tinggi kita akan menemukan fenomena ini, meskipun tidak semua. Kalau kita melihat dengan scoop yang lebih luas lagi, dengan kacamata Indonesia. Kita bisa melihat bagaimana terlalu reaktifnya kita. Sebagai contoh, pembuatan MP3EI (Master Plan Pengembangan dan Perluasan Ekonomi Indonesia), kalau teman-teman tahu ternyata merupakan sebuah tindakan reaktif akibat kekalahan persaingan Indonesia dari Cina dalam ACFTA. Atau ketika salah satu lagu daerah kita "dipatenkan" oleh negeri tetangga, kita kelabakan menghadapinya. Reactive, too reactive.

Melihat kenyataan ini, pasti membuat kita berkaca dan bertanya, "apakah kita seperti itu?". Saya mengakui, kehidupan saya didominasi dengan tindakan reaktif seperti itu. Seperti tak terasa sama sekali, saya sudah 2,5 tahun kuliah di FEUI. Rasanya baru kemarin mengikuti OPK (ospek FE), baru kemarin saya menyanyikan lagu wisuda untuk kakak-kakak wisudawan tahun 2011. Dan sekarang menginjak semester enam. Sudah menjadi senior. Beberapa teman juga sudah menjadi pejabat kampus. Secepat itu waktu berlalu.
****
Terkadang kita dibuat tidak percaya dengan kisah-kisah Islam zaman dulu. Sultan Muhammad Al Fatih, pemimpin penaklukan Konstantinopel di umur 21 tahun. Really? Itu seumuran kita yang sedang kuliah. Masih terlalu jauh dari pikiran memimpin sebuah penaklukan negara. Tapi kisah Muhammad Al Fatih bukan dongeng sebelum tidur. Ini kisah nyata. Dan memang sudah seharusnya kita menjadi dewasa terhitung pada saat kita menyentuh usia akil baligh.
****
Satu setengah tahun lagi di FE, dan kita ingin menjadi apa? Satu setengah tahun lagi kita lulus. Lepas dari status mahasiswa. Menyandang gelar sarjana. Menyambut dunia kerja atau sebagian melanjutkan S2 atau sebagian lagi memilih untuk langsung menikah. Dan seterusnya. Terlalu cepat? Mungkin bisa begitu bisa juga sudah cukup. Semua ini memaksa saya pada akhirnya untuk berpikir apa tujuan hidup saya? Apa rencana yang akan saya buat ke depan?

Yang saya pahami, ketika kita ditakdirkan untuk menjadi dari bagian kampus ini, berarti Tuhan percaya pada diri kita bahwa kita akan menjadi orang besar. Satu setengah tahun terakhir di FEUI jangan sampai kita lalui sekedarnya tanpa tujuan apa-apa. Satu setengah tahun terakhir harus direncanakan dan dijalankan dengan luar biasa. Karena ini menjadi bagian-bagian dari langkah kita ke depan.

Majunya waktu merupakan sebuah keniscayaan. Bukan itu masalahnya. Tapi bagaimana kita bisa mengisi setiap detik waktu yang terus berjalan menjadi tantangan buat kita.

Malam :)


Jumat, 24 Januari 2014

Ini Bukan tentang Apa itu Kita, tapi tentang Bagaimana isi Kita

Again I will say, long time no see blog!

Last post yang saya lihat sebelum post ini tepat pada tanggal 13 Oktober 2012, hmm sudah setahun lewat dua setengah bulan saya "menonaktifkan" blog ini. Bukan berhenti menulis di blog seperti ini (walaupun tetap jarang nulis hehe), tapi saya sempat mencoba beralih ke blog lain. Saya mencoba untuk bergabung di tumblr (my tumblr link: agiananta.tumblr.com). Mengapa? Ya, saya merasa di blogger ini cukup sepi, karena interaksi antar pengguna blog kurang terasa. Dengan ikut Tumblr, saya mengharapkan lebih banyak interaksi yang terjadi di blog saya, lebih ramai lah sederhananya. Apa itu Tumblr? Sama seperti jenis-jenis blog lainnya. Tapi bedanya di sini Tumblr merupakan fusion antara twitter dan blog. So, emang terbukti interaksi di Tumblr terlihat lebih aktif, kita bisa "me-reblog" post dari account yang kita follow (seperti di twitter). And that's it.

Tahun 2013 tercatat saya sempat 66 kali mempost (wow cukup banyak :O), tapi ke-66 post itu tidak murni seluruhnya adalah tulisan saya. Ada yang merupakan reblog dari post account lain, atau mayoritas seperti itu ya? Hehe. Nah, di sini saya menemukan ketidakpuasan batin dalam "berblog ria". Ada suatu kepuasan tersendiri ketika tulisan kita dipublish, meskipun hanya di blog sendiri. Iya, tulisan sendiri. Bukan reblog.

So, I get the point here..

Sempat gonta-ganti blog dengan tujuan mendapatkan interaksi yang lebih banyak, tapi kok sense nulis jadi berkurang ya? Mau seperti blog teman-teman yang lain, yang rajin posting di blognya, tapi kok ngerasa sama aja ketika di blogger? Karena permasalahan bukan hadir dari apa blog yang kita gunakan, tapi bagaimana kita sendiri yang berkeinginan untuk menulis. Kalau sense nulisnya dari awal memang sudah kurang, jangan harap rame tuh blog hehe :)

Nah, ayo kita mulai kembali perjalanan menulis kita. Niatkan, menulis itu bukan untuk sekedar keren-kerenan saja. Tapi dengan menulis kita bisa berbagi, dengan menulis kita bisa menyebar inspirasi :)

Ayo menulis (re: blogging)! :)